siranews.com - 16/05/2025, 18:58 WIB
Tim Redaksi
SIRANEWS.COM – KABUPATEN BEKASI
Berawal dari PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk Persero Cabang Bekasi ( Kranji Kota Bekasi) selaku pihak kreditur utama dengan sistem lelang “CESSIE” yang telah melaksanakan penyerahan piutang kepada pihak ketiga (perusahaan) yang selanjutnya bertindak sebagai kreditur kedua, yaitu PT. AIR, kesepakatan terjadi beberapa tahun lalu antara para pihak debitur yakni debitur kedua dengan debitur pertama melalui Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan KUASA dihadapan salah satu notaris/PPAT.
Menanggapi hal tersebut Ketua Umum LSM SIRA Erik Manalu meminta kedua belah pihak hendaknya patuh dengan hukum serta dilakukan verifikasi data untuk menghindari adanya dugaan upaya persekongkolan.
” Sejak terjadinya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara para pihak inisial DDA sebagai pihak debitur kedua dan inisial RDA sebagai pihak debitur pertama dihadapaan pihak notaris/PPAT sebagaimana awal terjadinya hubungan hukum baru atas objek dimaksud, tentunya akan disimpan oleh pihak notaris/PPAT terkait sebagai minuta akta sekaligus sebagai dokumen yang berisi draf, konsep maupun rancangan mengenai sebuah perjanjian atau akta autentik maupun akta original sebelum diterbitkan oleh pihak Notaris/ PPAT yaitu PPJB pada tahun bersangkutan, selain telah sah secara hukum tentunya menjadi sebuah kepatutan para pihak agar saling menghormati dan mengedepankan etika hukum itu sendiri, sebab sebuah akta autentik atau original yang telah diterbitkan setiap Notaris/PPAT dimanapun wilayah hukumnya, tentu menjadi sah atas legalitasnya maupun keabsahannya bahwa telah terjadi hubungan hukum baru diantara para pihak, tentunya hal itu dapat dilakukan melalui verifikasi data oleh pihak Notaris/PPAT secara ketat, komprehensip atau menyeluruh untuk memverifikasi berbagai informasi yang relevan dan terutama keaslian data- data para pihak, mulai dari nama-nama para pihak maupun maksud dan tujuan serta poin -poin penting yang tidak bertentangan dengan asas atau norma hukum dalam sebuah isi perjanjian pengikatan tersebut, jadi bukan asal-asalan sebuah akta autentik atau original diterbitkan, kecuali ada muatan lain, misalnya upaya “persekongkolan” dan /atau “pemalsuan dokumen” untuk bertujuan mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara memanipulasi data atau fakta fakta asli dipalsukan tentusangat jelas dan nyata dapat mengarah pada perbuatan secara melawan hukum,,serta sangat bertentangan langsung dengan prinsip-prinsip hukum kenotarisan, ujar Erik Ketua Umum LSM SIRA. Jumat, (16/5/2025).
Ia melanjutkan bahwa pendampingan oleh LSM SIRA, berdasarkan surat kuasa debitur kedua pada periode Tahun 2024 lalu, dalam hal ini sebagai pihak pertama atau pemberi kuasa inisial DDA, kepada LSM SIRA yang meminta untuk didampingi karena tidak mampu untuk lebih jauh ketingkat pendampingan hukum melalui seorang advokat atau pengacara, jadi sebagai salah satu fungsi dasar organisasi/lembaga salah satunya dalam hal menampung aspirasi masyarakat dalam hal ini pendampingan masyarakat, LSM SIRA menerima dan telah menindaklanjuti seluruh berkas materi persoalan yang telah diserahkan. Sebagai fungsi katalisator untuk memberikan bantuan teknis, surat menyurat kepada pihak terkait langsung dalam hal ini pihak PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk Persero Cabang Bekasi ( Kranji Kota Bekasi) selaku pihak kreditur utama.
Bahkan kejenjang yang lebih tinggi PT.Bank Tabungan Negara (BTN) pusat Harmoni Jakarta dan pihak otoritas jasa keuangan (OJK)di Jakarta juga sudah kita suratin untuk mendapatkan tanggapan atas hal fungsi lembaga tersebut sebagai pengawasan keuangan dan perbankan. Walau demikian LSM SIRA tidak mengabaikan prinsip -prinsip advokasi, mediasi serta sangat berharap adanya kesepakatan terjadi, sebagai bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang biasa disebut non litigasi, hal itu juga sekaligus sebagai fungsi katalisator untuk mendorong terjadinya dialog dan diskusi diantara para pihak , selain itu tentunya sebagai fungsi utama organisasi/Lembaga adalah menampung aspirasi masayarakat secara luas dan utamanya untuk rakyat miskin yang termarjinalkan, mendampingi sebagai kepanjangan tangan masyarakat untuk mencapai tujuan dan maksud atas kepentingan pemberi kuasa, diluar itu sebagai LSM /ORGANISASI yang independen dapat juga mengajukan atau melakukan gugatan CLASS ACTION untuk melindungi kepentingan masyarakat secara luas tanpa melihat latar belakang dan khususnya masyarakat yang merasa dirugikan. Namun dalam menjalankan fungsi tetap menjungjung tinggi nilai-nilai yuridis, filosofis, sosiologis serta etika hukum maupun asas-asas hukum itu sendiri, tentunya harus patuh dan taat terhadap seluruh regulasi dan peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta ini, salah satunya sesuai dengan amanat pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang artikulasi lebih luas dari kalimat “hak atas hidup sejahtera“ menjamin hak setiap orang untuk hidup sejahtera dalam berbagai aspek, baik secara lahiriah (fisik) maupun bathiniah. Masih menurutnya, bahwa amanat UU Nomor 10 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagai asas perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dan berdasrkan prinsip kehati-hatian dan sekaligus selain mengenai yang mengatur penyehatan perbankan itu sendiri juga tidak boleh melupakan perlindungan kepada nasabah sebagai salah satu poin penting yang juga diatur didalam undang-undang, yang mengatur seluruh mekanisme dan tatanan maupun maksud dan tujuan serta hak dan kewajiban antara pihak kreditur dan debitur yang dituangkan didalam sebuah “Perjanjian Kredit”.
Erik Manalu menyebut setiap debitur memiliki klasifikasi kemampuan dan juga kriteria serta dari berbagai latar belakang profesi atau pekerjaannya, khususnya debitur kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dimana sebagai sasaran utama adanya program kredit bersubsidi yang telah dicanangkan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah, untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan, seperti membeli rumah atau memperbaiki rumah yang telah dimilikinya. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan akses perumahan yang dapat terjangkau bagi masyarakat yang kesulitan mendapatkan pembiayaan secara mandiri , karena akan dapat meningkatkan kualitas hidup akibat dari keterbatasan finasial dan sekaligus diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat serta pola hidup yang sehat, artinya bukan semata-mata tanpa ada maksud dan tujuan program Pemerintah tersebut dicanangkan, dan oleh karenanya sudah semestinya menjadi pedoman semua para pihak dalam mengaplikasikannya mengambil sebuah tindakan atau kesimpulan yang tidak memberatkan pihak debitur (wanprestasi) sepanjang masih ada niat yang bersangkutan untuk menyelesaikan beban yang ditimbulkan akibat pengabaian kewajibannnya dimaksud.
Ia melanjutkan ” Hal itu ternyata menjadi proritas utama pihak PT. AIR selaku pihak yang bisa dikategorikan kreditur kedua atas pelimpahan piutang oleh pihak kreditur pertama oleh PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk Persero Cabang Bekasi ( Kranji Kota Bekasi) seperti halnya kemarin terjadi kesepakatan antara pihak PT.AIR dengan pihak debitur kedua sesuai PPJB yaitu inisial DDA, yang membuktikan bahwa pihak perbankan yang telah melimpahkan piutang atas objek dimaksud kepada PT.AIR, melakukan dengan baik dan benar serta mengedapankan prinsip kehatian -hatian perbankan terhadap kepentiungan nasabah dan sesuai dengan amanat dari UU Perbankan itu sendiri, serah terima tersebut serta penyelesaian piutang debitur kedua dimaksud berlangsung cepat dan sederhana, dengan dibubuhkan sebuah surat berita acara serah terima (bast) dokumen keseluruhan mulai dari PPJB, sampai dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dihadapan para saksi dari para pihak dan termasuk saya sendiri sebagai Ketua Umum LSM SIRA hadir sebagai pihak yang mendampingi debitur kedua inisial DDA, sebagai bentuk implementasi dari upaya non litigasi yang juga menjadi harapan keluarga besar pihak debitur kedua, semoga hal ini menjadi pembelajaran bagi setiap debitur, baik debitur pertama dan apalagi debitur kedua, apabila sudah melakukan kesepakatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan KUASA dihadapan salah satu notaris/PPAT, sebaiknya segera melaporkannya bersama ke pihak Bank selaku kreditur pelaksana, agar legitimasi pengakuan atas legal standing dapat tervalidasi dan diketahui pihak perbankan terkait selaku pelaksana, untuk mencegah terjadinya pengalihan objek kepihak lain diluar ketentuan perbankan atau sepihak, serta sekaligus menghindari dampak hukum yang berpotesnsi timbul atas terbitnya PPJB tersebut,” terangnya.
Ketua LSM SIRA berharap agar semua pihak berpedoman dan mematuhi dasar hukum yang telah dibuat.
” Walau sudah sah menurut para pihak namun apabila tanpa sepengetahuan pihak perbankan pelaksana, akan dapat menciderai ‘’perjanjian kredit’’ yang sudah ada sebagai dasar hukum para pihak, dalam hal ini kreditur dengan pihak debitur pertama, sebaiknya diharapkan hal ini tidak terjadi bagi pihak sebagai debitur kedua khususnya, agar terhindar dari pengeluaran atau biaya yang semakin membengkak diluar kewajiban seharusnya oleh karena kelalaian atau pengabaian dan berakhir sebagai kategori wanprestasi,” tandasnya.(red)
”