siranews.com - 04/04/2025, 07:53 WIB
Tim Redaksi
SIRANEWS.COM, KOTA BEKASI – Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK RI) diminta memonitor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang diduga melanggar Undang-Undang Perbankan (UU Perbankan) dalam mejalankan operasionalnya. Salah satunya BPR Lestari Jabar di Komplek Grand Mal Ruko Blok C No 26, Jalan Jenderal Sudirman Kota Bekasi.
Menurut Ketua Umum LSM SIRA menyebutkan, BPR tersebut diduga melakukan penyimpangan ketika mengucurkan dana kepada debitur bernama Aan Nuryaman, warga di Jalan Pulau Siberut VII No 51 Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur.
Dalam aksinya, BPR Lestari Jabar membuat surat perjanjian No 08/PK/IL/II/2019 dengan Aan Nuryaman pada 22 Februari 2019. Perjanjian itu mengabaikan fakta, karena Aan Nuryaman disebut sebagai pedagang buah, padahal ia tidak memiliki jenis usaha tersebut. Kegiatan dagang buah itu dibuat secara akal-akalan agar dana dapat dikucurkan agar terkesan tidak menyalahi aturan.
Namanya tidak punya penghasilan sebagai pedagang, Aan akhirnya tak mampu membayar cicilan. Alhasil perjanjian pun diadendum pada 2022. Namun lantaran pembayaran cicilan mandek, rumah milik Aan Nurayaman akhirnya dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Bekasi. Akhirnya WM ditetapkan sebagai pemenang lelang atas tanah dan bangunan seluas 72m2 sesuai SHM No 5405/Aren Jaya atas nama Aan Nuryaman di Jalan Pulau Siberut 7 No 51 RT 003/RW 016, Kelurahan Aren Jaya. Besaran lelangnya seharga Rp260.700.000.
Yang aneh, hingga kini BPR Lestasi Jabar tidak memberikan selisih uang Aan Nuryaman sebesar Rp70 juta kepada Aan karena jumlah utangnya setelah diadendum hanya sebesar Rp190 juta. Apalagi besaran utang/pinjaman debitur dengan tenor 10 tahun atau 120 bulan setelah adendum seharusnya jatuh tempo pada 2030.
“Seharusnya keputusan lelang, selain tidak merugikan kreditur harus menguntungkan kedua belah pihak. Bukan mematikan manusia secara perlahan. Hal ini menjadi pertanyaan besar dan pintu masuk bagi kami sebagai organisasi masyarakat untuk menindaklanjuti kepada aparat penegak hukum,” kata Ketua Umum LSM SIRA Erikson Manalu.
Erikson mengatakan, patut diduga telah terjadi dugaan penyimpangan sejak awal proses akad kredit maupun saat sosialisasi oleh marketing BPR Lestari Jabar. Hasil review team analyst pihak bank selaku kreditur tidak berjalan optimal. Buktinya, BPR Lestari Jabar meloloskan verivikasi atas debitur yang sebenarnya tidak layak dan tidak memenuhi persyaratan untuk mengajukan pinjaman. “Syarat pendukung yang diajukan dalam memperoleh pinjaman menyebutkan jenis usaha debitur sebagai pedagang buah. Itu adalah fiktif. Namun, BPR Lestari Jabar meloloskan Aan Nuryaman sebagai peminjam,” katanya.
Ditengarai kuat dalam menjalankan operasional BPR Lestari Jabar melakukan pembiaran dan tidak melakukan tupoksi pengawasan intern secara baik, serta tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian perbankan maupun kecakapan untuk meminimalisir timbulnya persoalan atau dampak di kemudian hari.
LSM SIRA melihat semua pihak yang terlibat dalam kasus ini melabrak berbagai ketentuan sebagaimana tertuang dalam UU Perbankan 10/1998 serta amanat UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Juga mengabaikan amanat UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, melanggar Pasal 28 H ayat 1 dan UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, serta Buku KUHPerdata III tentang Perikatan. Selain itu melanggar Pasal 1320 KUH Perdata tentang Adendum, UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan melanggar sejumlah ketentuan lainnya.
Ketua Umum LSM Sira Erikson Manalu sudah melayangkan laporan ke OJK RI pada 31 Juli 2024 dengan Nomor: 0193//LAP-INF//DPP/LSM-SIRA/VII/2024. Laporan kembali dilayangkan pada 19 Desember 2024 dengan Nomor: 0203/LAP-INF/ DPP/LSM-SIRA/XII/2024 yang ditujukan ke OJK Cq Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan di Jakarta. Namun, OJK belum beraksi untuk menindak BPR Lestari Jabar. (TIM REDAKSI)