siranews.com - 02/04/2025, 02:37 WIB
Tim Redaksi
SIRANEWS.COM – MANDALAY dijuluki City of Gold. Kota ini memang menyimpan sejuta kawasan wisata. Ada pagoda berkilauan dan gundukan pemakaman Buddha bersemayam di dalamnya. Situs-situs bersejarah berjajar, mulai dari Mandalay Hill, Desa kuil Buddha Sima, hingga Mandalay Palace yang merupakan bekas sebuah istana kerajaan.
Kini sinar Mandalay sudah pudar. Pusat gempa yang mengguncang Mandalay menorehkan 2.700 korban jiwa dan 4.521 orang terluka. Tak hanya itu, ratusan yang hilang masih dalam pencarian tim penyelamat.
Penduduk kota terpadat kedua di negara Myanmar itu mengatakan, mereka telah menghabiskan malam-malam tanpa tidur dengan berkeliaran di jalan-jalan. Mereka putus asa karena persediaan makanan dan air kian menipis.
Mayat pun menumpuk sehingga jenazah harus dikremasi massal. Baunya menyeruak ke udara.
Seorang penduduk Mandalay mengaku kehilangan bibinya yang merupakan satu dari sekian banyak jenazah yang dikremasi secara massal.
“Jasadnya baru berhasil dikeluarkan dari reruntuhan dua hari kemudian pada 30 Maret,” kata, J, mahasiswi berusia 23 tahun itu.
J, penduduk Distrik Mahaaungmyay, Mandalay mengaku merasa pusing karena kurang tidur. Kini banyak penduduk yang tinggal di tenda atau tidak tinggal di mana pun di sepanjang jalan, karena khawatir sisa-sisa rumah mereka tidak akan mampu menahan gempa susulan. “Saya melihat banyak orang, termasuk saya, berjongkok dan menangis keras di jalan,” katanya.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Selasa, kepala militer Min Aung Hlaing mengatakan, jumlah korban tewas akibat gempa dahsyat itu boleh jadi lebih dari 3.000 orang. Bahkan, Survei Geologi AS mengatakan, pada hari Jumat “jumlah korban tewas lebih dari 10.000 adalah kemungkinan besar” berdasarkan lokasi dan besarnya gempa.
Seorang pendeta setempat bernama Ruate mengatakan kepada BBC, putranya yang berusia delapan tahun tiba-tiba menangis beberapa kali dalam beberapa hari terakhir, setelah menyaksikan beberapa bagian lingkungan tempat tinggalnya terkubur di bawah reruntuhan dalam sekejap.
“Dia berada di kamar tidur di lantai atas ketika gempa terjadi, dan istri saya sedang menjaga adik perempuannya, jadi beberapa puing jatuh menimpanya,” katanya.
“Kemarin kami melihat jenazah dikeluarkan dari gedung-gedung yang runtuh di lingkungan kami,” kata pendeta yang tinggal di daerah Pyigyitagon.
“Ini sangat menyadarkan. Myanmar telah dilanda begitu banyak bencana, beberapa bencana alam, beberapa bencana buatan manusia. Semua orang menjadi sangat lelah. Kami merasa putus asa dan tidak berdaya.”
Sebagamana diketahui, gempa bumi pekan lalu juga berdampak hingga ke Thailand dan Tiongkok. Pada hari Selasa (1/4/2025),
Myanmar mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang para korban, sebagai bagian dari minggu berkabung nasional. Junta militer meminta agar bendera dikibarkan setengah tiang, siaran media dihentikan, dan meminta orang-orang untuk memberikan penghormatan terakhir. (dt/ss)