siranews.com - 29/04/2025, 12:50 WIB
Tim Redaksi
SIRANEWS.COM – KABUPATEN BEKASI
Kesepakatan “aquo” adalah suatu hal yang sangat tepat diterapkan oleh tiga institusi penegak hukum khususnya dalam dugaan tindak pidana korupsi (tipikor). Tetapi transparansi penegakan hukum oleh KPK-RI yang menangani perkara dugaan pidana juga sangat diharapkan demi kepastian hukum bagi semua pihak.
Dari hasil telaah laporan dugaan penggelapan lahan Tanah Kas Desa (TKD) yang sebelumnya digarap para petani lalu diover garap oleh para oknum pengembang. Kini berubah menjadi atau meningkat status lahannya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Kasus ini sudah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) sejak 7 September 2022 lalu perihal permintaan keterangan salah satu oknum Sekretaris Desa (sekdes) dari seluruh pihak oknum desa terkait atas objek TKD yang dilaporkan LSM SIRA.
“Berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan dengan nomor sprint lidik (red), tentunya sebagai masyarakat madani dan sebagai organisasi independen yang konsen dalam lintas hukum, khususnya bidang tipikor, kita sangat menghormati sebuah kesepakatan para pihak institusi terkait,” kata Ketua Umum LSM SIRA Erik Manalu di Bekasi, Selasa (29/4/2025)
Dikatakan, pihaknya membuat laporan ke aparat penegak hukum untuk menuntaskan indikasi-indikasi perbuatan melawan hukum oleh pihak manapun atau siapapun, baik pribadi maupun korporasi yang diduga kuat berkomplot untuk menggerogoti keuangan dan aset daerah.
Para oknum tersebut melakukan berbagai cara yang bertentangan dengan hukum untuk menguras harta kekayaan negara. “Mereka terdiri atas oknum pengusaha yaitu oknum pengembang, oknum Kepala Desa (kades) maupun Sekretaris Desa (sekdes). Aksi mereka berkaitan erat dengan oknum-oknum di berbagai instansi di wilayah Pemerintahan Kabupaten Bekasi,” ujarnya.
Adapun kronologis pengambilalihan penanganan perkara oleh KPK-RI pada tahun yang sama sesuai dengan laporan kedua LSM SIRA, tepatnya pada Juni 2022 dan September 2022. Kemudian KPK sesegera mungkin mengambil perkara mengingat masalahnya yang sangat krusial dan mendesak.
Juga adanya tembusan sekaligus laporan kepada Presiden RI Cq dhi Menteri Sekretaris yang segera ditanggapi kala itu, dengan memberikan kode sandi atas laporan LSM SIRA. Kemungkinan besar ada pihak secara mandiri atapun organisasi yang memiliki visi yang sama melaporkan kasus yang sama pula ke KPK.
“Bagi kami, sepanjang tujuan dan maksud yang sama, siapa pun pihak yang lebih berperan dalam kasus dugaan perkara pidana korupsi ini, tentunya kami appresiasi dan angkat topi kepada para pihak, serta siap membantu bila diperlukan,” pungkasnya.
Lebih lanjut dikatakan, perkara yang ditangani Kejakgung RI juga sangat diapresiasi. “Sampai sekarang persoalan atau perkara dugaan tindak pidana korupsi sangat mengagumkan dan masuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sangat fantastis, bahkan bisa dikatakan “Hight Frofile Criminal Cases Corruption”. Tentunya KPK RI menyusul dan selanjutnya Mabes Polri dhi Bareskrim Polri dalam bidang Kortas Tipikor yang sebelumnya Dittipikor Barekrim Polri. Terlihat saat ini yang paling gesit atau proaktif institusi Kejaksaaan Agung Republik Indonesia yang lagi naik daun dari segi persepsi publik,” katanya.
Demikian juga dugaan perkara tindak pidana korupsi ini seperti uraian di atas di mana sesuai dengan kesepakatan 3 institusi pada 2012 silam, ada kesepakatan bersama antar-institusi penegak hokum. Yaitu Kejakgung RI, Polri dan KPK-RI yang juga disebut kesepakatan “a quo” berdasarkan pasal 8 pada Keputusan bersama yakni KEP–049/A/J/A/03/2012.
Dengan demikian, tidak menjadi suatu hal yang tidak lazim dilakukan, justru sangat tepat bilamana sudah ada pihak institusi yang lebih cepat dan gesit mengambil alih kasus dugaan perkara tipikor.
“Namun mungkin kami terlewat atas informasi yang dapat kami himpun, sebab sebagai pihak yang melaporkan materi laporan dimaksud, tentunya kami memiliki kewajiban moral yang tinggi bagaimana proses akhir perkara yang ditangani pihak KPK RI sejak September 2022 yang lalu, agar tidak menjadi sumir dan pertanyaan besar bagi semua pihak serta adanya rasa keadilan tidak menjadi suatu momok serta tidak adanya suatu kepastian hukum bagi semua pihak dan oknum terkait, sehingga kami berharap adanya segera informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara norma dan etika hukum itu sendiri,” kata Erik.
Dia mengatakan, bukan bermaksud mengintervensi penyidik terkait, namun apabila tidak memenuhi unsur permulaan yang cukup dua alat bukti, sebaiknya diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagaimana diatur pada pasal 40 dalam UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK RI agar kepastian hukum bagi semua pihak menjadi nyata serta berkeadilan. (TIM REDAKSI)