siranews.com - 29/03/2025, 07:41 WIB
Tim Redaksi
SIRANEWS, JAKARTA – Mengenaskan! Pengusutan kematian seorang anak buah kapal (ABK) Kapal Motor (KM) Karya Mandiri berisial KS yang diduga kuat “dihilangkan” di Perairan Laut Kalimantan, berjalan sangat alot. Proses penyelidikan yang berjalan di Dirtipidum Bareskrim Polri terkesan kurang memuaskan.
Pihak keluarga sudah berupaya keras mencari keadilan atas kematian korban, sayangnya mereka tidak mendapat kepastian hukum. Untuk itu, pihak keluarga pun meminta bantuan kepada LSM SIRA yang kemudian membuat laporan pengaduan ke Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri.
Laporan pengaduan pun dilayangkan LSM SIRA pada 9 Desember 2022. Laporan ditujukan kepada Kapolri Cq (1): Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik) Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum). Yang kedua (2): Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabarharkam) Polri, Korpolairud Ditpolair di Mabes Polsi Jl Trunojoyo, Kebayoran baru, Jakarta selatan.
Laporan tercantum dalam Nomor: 0153/LAP/DPP/LSM-SIRA/XII/2022 perihal Laporan/Pengaduan “dugaan penyalahgunaan wewenang” dapat berpotensi “Pidana Pelayaran” terhadap ABK KM Karya Mandiri berinisial KS yang diduga kuat telah “hilang di laut” atau “dihilangkan” di perairan Laut Kalimantan, yang menurut nakhoda karena “tergelincir” saat berlayar pada 12 Desember 2020 saat ABK lain sedang tertidur.
Pengaduan tersebut dibuatkan dengan dasar hukum UU RI No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU RI No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU RI No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), UU RI No 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU RI No 14 Tahun 2004 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU RI No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU RI No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU RI No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, UU RI No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam, UU RI No 9 Tahun 2018 tentang PNBP, UURI No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP RI No 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, PP RI No 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, Perpres RI No 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perpres RI No 63 Tahun 2015 tentang Kementerian dan Perikanan, Permen KP No PER 16/MEN Tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Permen KP No 8 Tahun 2012 tentang Kepelabuhan Perikanan, Permen KP No 3 Tahun 2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan, Permen KP No 26 Tahun 2013 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPPN RI, Permen KP No 42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan, Permen KP No 39 Tahun 2017 tentang Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan, Permen KP No 6 Tahun 2017 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Kelautan Perikanan, Permen KP No 1 Tahun 2017 tentang Surat Laik Opersasi Kapal Perikanan, serta Perdirjen PSDKP No 6/PER-DJPSDKP/2020, tentang Juknis Analisis dan tindak lanjut penanganan pidana kelautan dan perikanan, yang sampai 2022 belum ada suatu kepastian hukum.
Menurut Ketum LSM SIRA Erikson Manalu, pada Maret 2021 tepatnya sekitar 4 tahun lalu, pihaknya sudah melayangkan surat klarifikasi/konfirmasi kepada Kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia, Cq Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Dirjen Perikanan Tangkap, Kepala Badan Riset SDM Kelautan dan Perikanan, Kepala Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP), Kepala Badan Perum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) dan Kepala Pelabuhan/Kepala Syahbandar Perikanan Muara Baru, dengan Nomor: 0052/KLA-KONF/DPP/LSM-SIRA/III/2021, perihal “hilangnya” ABK KM Karya Mandiri yang merupakan kapal penangkap ikan cumi . Demikian juga pada tahun yang sama pada periode akhir Desember 2021 dengan Nomor: 0128/KLA-KONF/DPP/LSM-SIRA/XII/2021 dengan prihal yang sama.
Tetapi sampai satu tahun berlalu tidak ada tanggapan atau respons apapun dari pihak Kementerian Kelautan dan Perikan (KKP) Republik Indonesia. Pengaduan itu ditembuskan kepada Ketua DPR RI cq Komisi III (Hukum), Komisi IV (sesuai bidang) dan juga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM).
Berdasarkan surat klarifikasi resmi sesuai uraian di atas, kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan serta tembusan surat secara mandiri ke pihak Kementerian Perhubungan RI periode Maret 2021. Khususnya pada periode Desember 2021 (dua kali surat klarifikasi kepihak KKP) dan juga tembusan surat sekaligus laporan kepada pihak Lembaga Negara dhi: Komnas HAM RI dan juga ke pihak lembaga pengontrol kinerja Pemerintah, baik L/K dhi yth: Ombusman RI, dengan waktu tanggal dan tahun yang bersamaan serta isi materi surat yang sama, namun sepertinya semua para pihak tidak menjalankan fungsinya secara optimal berdasarkan mekanisme yang berlaku. “Sehingga menjadi pertanyaan besar bagi kami sebagai masyarakat madani maupun organisasi/lembaga, apalagi hal ini menyangkut kejelasan dan duduk perkara “nyawa manusia” yang dialami seorang WNI selaku ABK Perikanan Tangkap yang sampai saat ini belum jelas kepastian atau bagaimana kronologis hilangnya, apakah “hilang” atau “dihilangkan?” tandas Erik.
Lebih lanjut dikatakan, setelah Desember 2022 dilaporkan ke Bareskirm Polri sesuai tahapan prosesnya memang berjalan. Namun sangat alot. Mulai dari penyelidikan, BAP, serta SP2HP. “Tentunya kami terima dan kami penuhi baik BAP pertama dan kedua, bahkan BAP lagi kembali atau kesekian akan kami penuhi, tetapi apakah sebatas itu proses hukum yang ada dan berjalan? Kemana lagi masyarakat akan mengadukan persoalan hukum yang dialami apabila kepastian hukum sangat sulit didapat?” Pungkasnya. (tim redaksi)